Pemerintah
menyelenggarakan suatu sistim pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional. Pendidikan
Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan atau pemerataan
akses, peningkatan mutu relevansi serta efisiensi managemen pendidikan,
akuntabilitas dan pencitraan publik.
Implementasi dari
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional dijabarkan
ke dalam sejumlah peraturan pemerintah antara lain Peraturan Pemerintah No 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah ini memuat delapan standar
nasional pendidikan, yaitu : Standar isi, Standar proses, Standar kompetensi
lulusan, Standar pengelolaan, Standar pembiayaan dan Standar penilaian
pendidikan.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP ) yang dibentuk berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 telah mengembangkan standar-standar
tersebut dan telah diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
tentang Standar Isi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tentang
Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24
tentang Pedoman Pelaksanaan.
Diskripsi
diatas yang mendasari lembaga pendidikan dan pelaku pendidikan untuk di
implementasikan dalam pembelajaran di dalam kelas. Dengan dasar UU Sisdiknas
tersebut diharapkan akan tercipta peserta didik yang cerdas dan bermartabat.
Oleh sebab itu semua pelaku pendidikan harus bisa memahami, mengamalkan dan
mengimplementasikan dalam dunia pendidikan.
Apakah
semua guru memahami UU Sisdiknas…?
Berbicara
adalah kebiasan seorang guru pada umumnya, ceramah didepan kelas adalah metode
pembelajaran yang paling populer dan menyuruh siswa mencatat adalah metode
penguasaan kelas yang paling gampang. Guru tidak biasa membaca buku apalagi
membaca hal-hal yang berkaitan dengan undang-undang dan peranturan-peraturan pemerintah. Mungkin saja
guru tahu tentang UU tetapi hanya sebatas yang didengar atau dilihat lewat
media informasi. Bahkan ketika ada
dialog Menteri Pendidikan Nasional di Televisi, seorang guru cepat-cepat
mengalihkan chanel ke acara sinetron. Ini menunjukan bahwa guru tidak peduli
dengan UU Sisdiknas.
Guru
bergelar sarjana pendidikan dan sudah 22 tahun mengajar dengan golongan IV A,
ketika ditanya tentang 8 Standard Pendidikan Nasional, guru tersebut tak bisa
menjawab. Bahkan yang lebih memalukan guru tersebut balik bertanya “Standard
Pendidikan Nasional itu apa, aku belum pernah dengar “. Inilah profil guru Indonesia
yang setiap hari melaksanakan pembelajaran tetapi tidak tahu dasar hukum
pendidikan. Jutaan guru Indonesia
dengan gagah dan berwibawa serta dianggap orang yang peling pintar
dikampungnya, tetapi sebenarnya mereka tidak tahu jati dirinya yang guru.
Mengapa
guru buta UU Sisdiknas…?
Untuk
mengetahui UU Sisdiknas, Permendiknas, UU BHP dan lain sebagainya guru perlu
membaca dan mencermati materi tersebut secara seksama. Namun yang menjadi
kendala adalah guru-guru di Indonesia malas membaca alias budaya membacanya
sangat rendah. Apabila seorang guru diberi buku untuk dibaca, buku tersebut
disimpan di rak buku sampai berselimut debu tak pernah disentuhnya. Bahkan ada
yang memajang buku di ruang tamu untuk hiasan almari. Mengapa demikian…? Karena guru lebih suka berbicara dan
menonton televisi dari pada membaca buku. Ironis seorang guru yang selalu
menyuruh siswa untuk rajin belajar dan membaca buku, tetapi guru-guru tersebut
malahan malas membaca.
Guru gagap
teknologi…?
Materi UU
Sisdiknas tersebut bisa didapatkan dari toko buku, majalah, koran, internet
atau media lainnya. Maka guru harus kreatif, rajin dan menguasai IT (Informasi
dan Telekomunikasi). Kenyataan dilapangan bahwa 95% guru-guru di Indonesia
Gaptek (Gagap teknologi), akibatnya guru selalu ketinggalan informasi. Negara Indonesia
perlu waktu 30 tahun untuk membudayakan guru-guru gemar membaca. Kalau memang
benar, tahun 2040 guru-guru Indonesia
baru bisa setara dengan guru-guru di Eropha.
0 Comments