Masalah
penghasilan tambahan berupa kesejahteraan dan lain-lain bagi guru tidak
terlepas dari deskripsi Tugas Guru. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (PAN) nomor 84 Tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka kreditnya, salah satu tugas pokok guru adalah merencanakan program,
melaksanakan progam, mengevaluasi, menganalisisi hasil evaluasi dan
melaksanakan tindak lanjut hasil evalusi, hal ini dinilai sebagai unsur utama
dalam penilaian angka kredit, (Suara Merdeka, 19 Januari 2009).
Guru yang
sudah bersertifikat pendidik profesional berhak mendapatkan tunjangan profesi.
Tujuan pemberian tunjangan adalah untuk meningkatkan kinerja sebagai guru yang
professional. Namun tunjangan diberikan dengan syarat guru tersebut harus
memenuhi 24 jam tatap muka.
Minimnya
jam pada suatu sekolah membuat para guru bersrtifikat profesional saling
berebut jam sekedar untuk memenuhi syarat 24 jam tatap muka. Namun ada
tugas-tugas tambahan tertentu yang bisa dipakai untuk memenuhi syarat tersebut.
Antara lain : wali kelas, ketua program studi, guru piket, kepala laboratorium,
wakil kepala sekolah, pembantu kepala sekolah, bendahara BOS dan lain
sebagainya.
Tugas-tugas
tambahan tersebut bisa diperhitungkan dalam angka kredit kenaikan pangkat dan
penilaian portofolio sertifikasi. Namun tugas tambahan tersebut mengakibatkan
sekolah harus memberikan honorarium. Honorarium pada tugas-tugas tambahan itu
dianggap sebagai uang kesejahteraan para guru. Sehingga ada beberapa tugas
tambahan yang menjadi rebutan, selain honornya menggiurkkan juga bisa mengangkat
practice jabatan seorang guru. Akibatnya sering timbul konflik horizontal pada
intern sekolah.
Wajarkah
mereka mendapat honorarium…?
Kembali
pada tugas pokok seorang guru, tentunya tugas-tugas tambahan tersebut tidak
pantas diterimakan pada guru bersertifikat professional, karena tugas tambahan
sudah merupakan bagian dari tugas pokok guru. Tugas tambahan untuk memenuhi
syarat 24 jam tatap muka, berarti tugas tambahan tersebut telah di gaji oleh
negara. Jadi apabila ada guru bersertifikat profesional menerima honorarium
dari tugas tambahan, berarti guru tersebut menerima gaji tidak wajar, sebab
honorarium tersebut diambil dari dana BOS. Akibatnya sekolah menghapus
kegiatan-kegiatan siswa seperti ekstrakurikuler, karena dana BOS dipakai untuk
honorarium guru-guru bersertifikat professional.
Tugas
tambahan diluar jam sekolah…?
Tugas
tambahan yang dilaksanakan diluar jam sekolah masih bisa ditolerir, karena
tugas tersebut bukan dari bagian tugas pokok guru. Tugas tambahan diluar jam
sekolah misalnya pembimbingan siswa yang
berkaitan dengan pengembangan bakat siswa seperti kegiatan ekstrakurikuler
Pramuka, PMR, UKS dan sebagainya.
Apakah pemberian honorarium tersebut
dilarang…?
Sampai dengan
ditulisnya artikel ini, pemerintah belum melarang dan belum juga membuat aturan
yang jelas. Pemerintah perlu membuat aturan dan
petunjuk dalam pemberian honorarium tugas-tugas tambahan seorang guru.
Dana yang semestinya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik, malahan dipakai
untuk honorarium guru-guru bersertifikasi profesional.
Apakah
semua sekolah honorarium sama…?
Inilah yang
menjadi inti masalah. Karena belum ada
aturan dan petunjuk yang jelas, maka sekolah
yang satu dengan sekolah yang lain bisa berbeda-beda besarnya honoraroium.
Bahkan ada beberapa sekolah yang tidak memberikan honorarium karena sekolah
tersebut sedang kesulitan keuangan.
Dana yang
dipakai untuk honorarium guru-guru tersebut cukup besar dan tidak begitu berpengaruh
pada kualitas pembelajaran. Mestinya dana itu dipakai untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran dan langsung bisa dinikmati oleh yang berhak yaitu siswa.
Bagi para guru yang sudah bersertifikat professional dan masih menerima
honorarium tugas tambahan, sebaiknya mencoba untuk bersikap jujur dan adil.
Dana BOS adalah dana yang diperuntukan bagi siswa dari keluarga yang
benar-benar miskin.
0 Comments