Kantin
Kejujuran di SMU 01 Boyolangu Tulungagung yang di-launching baru 20 hari sudah
bangkrut. Kantin dengan modal awal sebesar Rp 1.500.000, pada hari kedua uang
terkumpul di kasir hanya Rp 900.000. Selanjutnya pada hari ke-20 uang tersisa
di kasir hanya Rp 90.000 dan yang terjadi pada Kantin Kejujuran tersebut tutup.
SMP Negeri
5 Parepare melakukan ujicoba Kantin Kejujuran pada akhir tahun 2008. hasil dari
ujicoba tersebut belum menggembirakan karena pada periode Desember- Januari
2009 mengalami kerugia sebesar Rp 88.000 dan pada periode Pebruari-April
2009 mengalami kerugian sebesar Rp
27.000.
Pemerintah
Provinsi Sumatra Utara membina PNS dengan Kantin Kejujuran, namun harapan
tersebut kandas karena Kantin Kejujuran mengalami kerugian. Kantin Kejujuran
dengan modal Awal Rp 500.000, dan dalam waktu satu bulan Kantin Kejujuran
tersebut omzetnya tinggal sebesar Rp 250.000.
Kantin
Kejujuran yang diprogramkan untuk anak sekolah adalah suatu cara pembentukan
karakter jujur sejak dini dan diharapkan akan menjadi generasi yang mempunyai
rasa malu untuk berbuat salah atau curang. Mengingat bangsa Indonesia termasuk bangsa yang
paling korup di dunia, sehingga Jaksa Agung Hendarman Supandji sangat prihatin.
Kerpihatinan Jaksa Agung itu perlu di acungi jempol dengan menggelontorkan
program Kantin Kejujuran di
sekolah-sekolah. Program ini sejalan dengan Pasal 30/UU Nomor 16/Tahun 2004
yaitu suatu strategi Kejagung untuk memberantas korupsi dengan cara preventif,
represif dan edukatif.
Gagasan KPK
dan Kejaksaan tersebut memang bagus dan bisa untuk membina seseorang untuk
berlaku jujur dan bertanggungjawab. Karena Kantin kejujuran adalah bentuk
penjualan yang mana pembeli tinggal mengambil barang yang diinginkan, membayar
dan meletakan uang dikotak yang disediakan sesuai daftar harga serta mengambil
pengembalian uang yang telah disediakan tanpa ada penjaga atau pengawas.
Alhasil gagasan KPK dan Kejaksaan yang di dengungkan Hendarman Supandji
hanyalah isapan jempol belaka.
Kenapa
Kantin Kejujuran di Sekolah Bangkrut…?
Hal ini
menunjukan bahwa tingkat kejujuran siswa Indonesia sangat rendah. Fenomena
yang terjadi dengan bangkrutnya Kantin-Kejujuran di sekolah-sekolah bahwa
kurikulum pendidikan tidak lagi sinergi dengan pembentukan sikap jujur.
Kurikulum lebih mngutamakan pembelajaran aspek kognitif (pengetahuan) sementara
aspek afektif (sikap) dikesampingkan. Siswa dijejali dengan ilmu-ilmu logika,
sehingga siswa mengalami mati rasa alias tidak punya perasaan. Siswa hanya tahu
tentang konsep-konsep kebenaran menurut dirinya sendiri. Sehingga siswa tidak
tahu kalau dirinya berbuat salah dan merugikan orang lain. Bahkan Kantin
Kejujuran yang diujicobakan di Pemprov Sumtra Utara juga mengalami kerugian.
PNS yang sudah dewasa dan mempunyai penghasilan cukup-pun tidak bisa dipercaya.
Mereka tidak punya rasa malu kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui. Berarti sikap
ketidakjujuran sudah merambah di segala sektor dan di semua umur.
Apakah
gurunya bisa jujur…?
Beberapa
pengamat pendidikan sering berteriak baik di media elektronik maupun surat khabar. Teriakan
pengamat pendidikan tersebut menyangkut sikap dan perbuatan oknum guru dan
kepala sekolah yang berbuat curang dalam pelaksanaan UNAS dan ketidak
transparantnya dalam pengelolaan keuangan sekolah. Masalah-masalah inilah yang
perlu mendapat perhatian serius oleh semua elemen masyarakat.
Pendidikan
merupakan proses pembelajaran dalam rangka pencapaian kompetensi peserta didik.
Proses pembelajaran yang baik dan benar akan menghasilkan peserta didik yang beraklaq mulia. Dengan alasan ingin
mencapai target kelulusan 100%, maka guru dan kepala sekolah menghalalkan
segala cara. Guru ingin naik pangkat atau lulus fortofolio sertifikasi-pun
tidak sedikit yang berbuat curang, sehingga Dr. Baedhowi Dirjen PMPTK Depdiknas
menyatakan prihatin dengan adanya guru yang tidak jujur (Suara Merdeka, 18 Juni
2009).
0 Comments