Sebuah
rumah yang tak layak huni, berlantai tanah, berdinding bambu dan apabila turun
hujan genting bocor dimana-mana. Disinilah lahir bocah yang diberi nama Muhammad Ponari.
Layaknya seorang bocah yang baru kelas III
SD, Ponari ini bermain sambil
berhujan-hujan. Ditengah permainan itu Ponar
tersambar petir kemudian menemukan sebuah batu sebesar telur ayam
kampung yang oleh Ponari dianggap aneh,
kemudian dibawa pulang. Kakek Buyutnya berpesan kepada Ponari agar batu tersebut
dirawat baik-baik dan dijadikan sebagai jimat. Karena batu tersebut bisa untuk
menyembuhkan segala penyakit.
Awalnya dicoba untuk menyembuhkan beberapa pasien
diantara tetangganya, setelah terbukti manjur, maka berita tersebut tersebar
dari mulut-kemulut sampai keseluruh daerah Jombang dan sekitarnya, bahkan
sampai Solo, Yogya, Semarang dan Jakarta. Sehingga
masyarakat berduyun-duyun sampai mencapai puluhan ribu perhari untuk meminta
penyembuhan panyakit.
Metode
penyembuhan yang sangat sederhana ini sangat diminati masyarakat, karena pasien
hanya membawa air. Air dalam gelas tersebut dicelupi batunya Ponari satu kali.
Air yang sudah dicelup batu itu bisa diminum dan dioleskan pada bagian yang
sakit. Selanjutnya pasien hanya diminta memberikan imbalan seikhlasnya.
Apakah ada
unsur eksploitasi terhadap Ponari…?
Begitu
ramai dan meluas berita penyembuhan itu, sampai Ponari dibantu lebih dari 300
panitiya, baik dari unsur masyarakat
setempat, sampai pada jajaran Kepolisian dan TNI. Karena dalam satu hari bisa mencapai puluhan ribu pasien. Sehingga
perlu dipasang tenda, kursi, meja, pagar pengamanan, nomor pendaftaran dan
tempat parkir. Panitiya sudah dibagi-bagi tugasnya, dan yang paling medapat
perhatian adalah bagian kotak uang imbalan yang dijaga Polisi dan TNI.
Masyarakat
sekitar rumah Ponari juga diuntungkan, karena munculnya warung-warung dadakan,
pedagang asongan dadakan dan penginapan-penginapan bagi pasien yang belum
mendapatkan giliran. Sontak desa dimana Ponari tinggal, benar-benar manjadi
desa bak metropolitan. Masyarakat yang tadinya berkebun, berladang, berdagang
dipasar, tiba-tiba menghentikan kegiatannya dan beralih profesi sebagai
panitiya dan ada yang berdagang di sekitar rumah Ponari. Ponari sang dukun
cilik yang bisa memberikan kesembuhan orang sakit dan memberikan rejeki banyak
orang.
Padat,
ramai, panas, berjubel, lelah dan sakit adalah fenomena yang terjadi dalam
antrian tersebut. Sehingga timbul masalah, karena pasien berdesak-desakan tak
teratur, akhirnya banyak pasien yang terijak-injak, pingsan bahkan 4 orang
tewas sebelum mendapat giliran celupan batu Ponari.
Akibat 4
orang tewas, Pemerintah Daerah Jombang beserta jajarannya turun tangan untuk
mengambil langkah-langkah yang terbaik.
Akhirnya Ponari menghentikan sementara kegiatannya dan di ungsikan di Rumah Dinas Bupati Jombang.
Selanjutnya pasien yang belum mendapatkan giliran celupan batu Ponari, dihimbau
untuk pulang kerumah masing-masing, karena Ponari sudah tidak buka praktek
penyembuhan lagi. Dengan rasa menyesal, ribuan pasien pulang sambil
ngomel-ngomel dan mencemooh para pejabat Daerah Kabupaten Jombang.
Fenomena seperti ini sudah membudaya bagi sebagian
bangsa Indonesia.
Berjubelnya pasien pada penyembuhan alternatif
ini, menunjukan bahwa Paramedis Indonesia
sudah kurang bisa dipercaya lagi kemampuannya untuk menyembuhkan penyakit.
Disamping harga obat-obatan yang tidak terjangkau lagi, terutama masyarakat
ekonomi lemah. Sementara Pemerintah setengah hati untuk memberikan Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat).
Ada apa dengan batu jimatnya Ponari..?
Batu
tetaplah sebuah batu, tetapi yang tidak bisa kita pungkiri adalah fakta. Batu
Ponari sudah menunjukan fakta dijaman modern ini, dimana sebagian bangsa Indonesia
lebih percaya dengan hal-hal yang bersifat mistis. Dengan keyakinannya, suatu
penyakit bisa sembuh hanya dengan air yang dicelupi sebuah batu. Batu bukan
sembarang batu, tetapi kali ini “Batunya Ponari Sang Dukun Cilik dari Jombang”.
Kapan dan
dimana Ponari akan buka praktek lagi, tentunya masyarakat akan mendatangi lagi
dan berjubel seperti semula. Tetapi yang lebih penting semoga Ponari bisa
melanjutkan sekolahnya untuk meniti masa depan yang lebih konkrit dan bisa
menikmati masa anak-anaknya untuk bermain dengan teman sebayanya.
0 Comments